Sunday, November 25, 2007

The reunion.

Makin dekat tanggal reuni SMA angkatan gue, makin bikin gue banyak berpikir dan juga bernostalgia. Akhirnya setelah beberapa hari yang lalu, sms dengan salah satu teman lama, gue pun mulai mendapat insight untuk menulis tentang reuni ini.

Why go to the reunion? What is the main reason for coming?
Well, let me tell you that in the beginning, I wasn’t even so sure about coming.
Gue ga yakin alasan untuk datengnya apa. Apa karena kangen temen2 SMA? Karena SMA gue muridnya banyak banget, otomatis terdiri dari banyak golongan, dan memang gue termasuk golongan anak yang asik2 aja di kelas. Ga banyak gaungnya di luar kelas. Ekskul yang gue ambil taekwondo yang meski jumlah anggotanya banyak tapi kalah jauh gaungnya sama cheerleader atau dance.
Jadi teman SMA yang gue kategorikan bisa dikangenin itu kebanyakan temen sekelas gue, yang mana mereka ini masih sering gue temuin paling ga tiap buka puasa bareng. Selain itu, seberapa banyak ya temen sekelas yang akan datang nantinya?

Jadi apa dong alasannya? The next thing that went across my mind was, to show my old friends the person that I’ve become. Kayanya yang ini alasan klise banget ego tiap individu. Pengen nunjukkin keberhasilan dalam hidup, jabatan karier dengan kartu nama keren, bentuk fisik yang mungkin jauh lebih matang dan menarik daripada waktu di SMA, pasangan hidup dan keluarga yang sempurna, titel sepanjang kereta api… dan sebagainya. Tapi kalau dipikir lagi, gue kayanya masih biasa aja, masih ngga menganggap hidup gue lebih dibanding hidup orang lain, karena tentunya hidup tiap orang kan beda, tergantung yang menjalaninya.
Gue memilih untuk jadi stay at home mom, dengan tetap beraktualisasi diri dan mencari uang dengan bekerja di rumah. Jadi soal karier dan kartu nama bisa dicoret aja. Title mentok di s1 yang walau begitu gue amat mensyukurinya, karena masih bisa kuliah di universitas negeri yang membawa nama Negara. Jadi kalau mau panjang-panjangan ya.. wassalam aja. Soal fisik, waduh kalau kata orang sih gue masih sama menariknya kaya dulu J jadi mungkin ngga perlu dibahas ya. Tapi memang soal keluarga.. hmm, even though they may not be perfect on paper, but to me they are. They are my life. My world. My Universe.
Okay, so I could just bring my family then.

The problem is, as I say that we are not perfect on paper, my ‘imperfect’ children hate being in the crowd. Hate parties. And all that stuff related to those issues.
And their ‘imperfect’ mom doesn’t want to be bothered by their wining and grumpy faces all day because they’ve been forced into doing what they hate the most. Just for playing the role of a perfect family in front of moms old high school friends.
Oh my god.
I just realized something.
Alasan alasan gue diatas bikin gue merinding. What has this reunion made me? Gue ngga kedengeran seperti gue. It made me thinking about faking my life. My happiness.
Wah ngga deh. Gue musti cari alasan lain. Gue ngga mau dateng bukan sebagai gue.

So what else..
Then something hit me really hard. Ada dua buah email yang ditujukan buat panitia. Mempertanyakan apakah diri mereka worthy enough untuk dateng ke acara reuni. Wah jauh lebih parah dari gue. Kalau gue bingung masih mikir sendiri. Ini udah bingung terus langsung counter attack ke panitia. Waduh. Gue ga bisa berhenti mikir. What were they thinking? Who are these selfish people?
Then I wrote a response, gue bilang why be so negative? Kalau cari alasan untuk dateng susah, ya ga usah mikir kenapa musti dateng. Jangan mikir why go to the reunion.
Mikir aja, why not?
Who knows who will we meet there. Kita juga ga akan tau apa yang akan kita dapet sepulang dari reuni. Entah perasaan puas ternyata mantan belum merit, perasaan bangga karena karier paling terlihat cemerlang, perasaan senang jadi pusat perhatian karena hidung yang tambah mancung, atau perasaan-perasaan lainnya.
Kita juga ngga akan tau info-info apa yang akan kita dapet nanti, soal kerja, parenting, rumah tangga, networking bisnis… basically, anything could happen.
Dan semua hal bisa terlihat jadi keuntungan kalau kita bisa selalu ambil hikmahnya. Bisa keep our mind as positive as they could be.
Well after all, manusia itu kan makhluk opportunis.
Jadi setiap hal yang kita lakukan mustinya sih punya benefit buat kita ya.
So now, I have a reason.

Strangely enough, I’m not that relief.
There must be something else.
Then I had the chance of sending a text to my old friend. Still a good friend of mine though. Temen gue ini lugas. Idealis. Kalau ngomong nyelekit tapi cerdas. Anak hukum jadi kayanya bisa panjang urusan kalau ngajak debat..
Dia seperti semua orang langsung tanya, apa alasan gue untuk dateng. Ngga tau kenapa gue rasanya pengin impress dia dengan bilang networking.
dia lalu mebuat gue berpikir bahwa jawaban itu klise. Gue jadi malu sendiri. Aneh, kenapa musti malu kalau itu memang alasan gue?

Setelah sms-an cukup lama, kesimpulan akhir dia ngga dateng karena ada acara. That was an easy way of saying, I just don’t wanna go. No need to know my reasons.
End of conversation.
Phew. What a guy. I admire him though. Different story. End of discussion.
But then, he made me started to think again.

Gue merasa bahwa banyak banget hal yang sudah terjadi sama gue setelah SMA. Setelah lulus SMA, kita semua tentunya bergerak menuju jalan yang berbeda. Mengalami pengalaman yang berbeda. Menemukan diri masing-masing dengan cara yang berbeda.
Rasanya menarik kalau kita bisa melihat hasil perjalanan hidup teman-teman lama dalam mencari jati diri. Rasanya pasti menarik kalau bisa lihat dan kenalan lagi dengan teman-teman lama kita yang udah memperbaharui dirinya. Up grade their selves.
And then we could get to know each other all over again.
So it’s actually not just like meeting old friends, but it’s kinda like also meeting new people. Which I love to do.
We were in a process back then. So we weren’t completed yet. I say that 10 years is enough to have progress, even it’s as simple as having a haircut. Or getting married. :)

Waktu SMA dulu, gue masih menilai segala sesuatu dengan berbagai dogma dan prasangka yang dibentuk oleh konformitas dan kesetiaan terhadap peer. Termasuk penilaian terhadap orang lain. Yang ini boleh ditemenin, yang itu jangan. Yang ini cukup level untuk diajak hang out, yang itu terlalu tinggi. Semua digolongkan ke dalam kotak- kotak dan dinilai berdasar hitam dan putih. Golongan A stay inside the group please, never be seen talking to one of those B’s or C’s. Not even a nod. As simple as that.
Setelah SMA berlalu, gue belajar banyak hal. Mulai lebih open minded. Love meeting other personalities and their different perceptions.
Dan anehnya, gue mulai banyak mengenal lebih dalam teman-teman SMA gue yang dulu bahkan mungkin ngga kepikir bisa disapa. And it was heaps of fun. Discovering these people, these old but new friends. Thinking outside the box. Breaking all those silly group rules. Leaving all the judgement behind.

I could actually relate to some of these old friends.
And we’ve became good friends since.
Gue sadar bahwa gue pengin dateng dengan diri gue yang baru, dengan pola berpikir gue yang baru. Dengan confidence yang baru.
Dateng sebagai individu dan bukan bagian dari suatu golongan.
Buat kenalan lagi. Dan berharap bisa mengenal ‘teman lama yang baru’ lebih baik lagi. It’s gonna be interesting.

So if you like remembering the good old days, so be it.
If you love to meet new people, I bet there will be loads of new people there.
Neither one, you could always use the networking reasons. :)

There you have it. My reasons for going to the reunion.


Febie saka.
Depok, 3 days before reunion.

1 comment:

Akira's Blog said...

Terus, jadinya reuninya gimana Feb? hehehe :D

Trakhir gue ikutan reuni, rasanya kalo ngomong kok gak gitu nyambung yah, ama temen? :( Pdhl dulu dia temen sebangku aku. Temen curhat juga. Laaaah?! Jd bingung kan. Satu lagi, kalo mo dateng ke reuni, yang bikin bingung: Ya, kalo satu SMA, terus temen2 yg pernah kita gak kenal, kita ngobrolnya ama siap? Hihihi. Itu ketakutan tsndiri buat aku.